dibayar tiap klik

Sabtu, 07 Januari 2012

kekerasan dalam rumah tangga




BAHASA INDONESIA HUKUM OLEH : Kms. Muhammad Amin
Mahasiwa STIH Serasan
Muara Enim











A. PENDAHULUAN
          Manusia dianugerahi oleh Tuhan Yang Maha Esa akal budi dan nurani yang memberikan kepadanya kemampuan untuk membedakan yang baik dan buruk yang akan membimbing dan mengarahkan sikap dan perilaku dalam menjalani kehidupannya. Dengan akal budi dan nuraninya itu, maka manusia memiliki kebebasan untuk memutuskan sendiri perilaku atau perbuatannya. Disamping itu, untuk mengimbangan kebebasan tersebut manusia memiliki kemampuan untuk bertanggungjawab atas semua tindakan yang dilakukannya.(Sinar Grafika, 2005 : 25)
Dalam rangka mewujudkan keutuhan dan kerukunan tersebut, sangat tergantung pada setiap orang dalam lingkup rumah tangga, terutama dalam kualitas perilaku dan pengendalian diri setiap orang dalam lingkup rumah tangga tersebut. Keutuhan dan kerukunan rumah tangga dapat terganggu jika kualitas dan pengendalian diri tidak dapat dikontrol, yang pada akhirnya dapat terjadi kekerasan dalam rumah tangga sehingga timbul ketidakamanan atau ketidakadilan terhadap orang yang berada dalam lingkup rumah tangga tersebut.
          Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas hukum. Negara dan masyarakat wajib untuk mencegah, melindungi korban dan menindak pelaku kekerasan dalam rumah tangga. Segala bentuk tindak kekerasan, terutama kekerasan dalam rumah tangga adalah pelanggaran HAM dan kejahatan terhadap martabat kemanusiaan serta bentuk diskriminasi.(Sinar Grafika, 2005 : 51)
          Dalam kehidupan masyarakat yang masih sarat dengan budaya partiarki, perlakukan terhadap perempuan memberikan peluang bagi terjadinya kekerasan terhadap perempuan, yang berdampak luas merupakan hambatan bagi kemajuan perempuan maupun bagi peningkatan produktifitas masyarakat. Lahirnya Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga merupakan keputusan politik yang diambil oleh legislatif, Pemerintah maupun masyarakat, yang patut disyukuri oleh bangsa Indonesia, karena landasan dari pembentukan Undang-Undang tersebut berkaitan dengan tujuan mencapai keutuhan dan keharmonisan keluarga, yang dipandang sebagai unsur penting dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Semboyan keluarga yang kokoh sebagai tiang negara menjadi landasan utama bagi pembentukan bangsa yang berkarakter dan menjunjung tinggi nilai-nilai moral yang luhur.
          Selama ini masalah rumah tangga sering dipandang sebagai wilayah domestik yang bersifat sangat pribadi. Maraknya kasus-kasus kekerasan dalam rumah tangga membuktikan bahwa penyelesaian permasalahan dalam rumah tangga lebih banyak menggunakan kekerasan, baik yang dalam bentuk fisik, psikologis, pemaksaan seksual maupun penelantaran rumah tangga, akhirnya menjadi wilayah pribadi yang sukar ditembus oleh pihak-pihak yang ingin turut menyelesaikan persoalan tersebut.
          Kekerasan dalam rumah tangga menurut Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 diartikan sebagai setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat munculnya kesengsaraan dan penderitaan secara fisik, pemaksaan seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga.



B. PERMASALAHAN

Adapun Permasalahan pada Proposal ini adalah :

1.     Apakah yang menyebabkan terjadinya kekerasan dalam rumah tangga ?

2.    Bagaimanakah penyelesaian kekerasan dalam rumah tangga?

3.    Apakah kendala yang dihadapi dalam penyelesain kekerasan dalam rumah tangga ?




E. TINJAUAN PUSTAKA

1.1. Tujuan Undang-Undang KDRT (Kekerasan Dalam Rumah Tangga)
Strategi Penanggulangan Kekerasan dalam rumah tangga
Konsep KDRT mungkin belum dikenal oleh masyarakat secara luas. Pengertian KDRT  menurut UU anti KDRT adalah segala bentuk, baik kekerasan secara fisik, secara psikis, kekerasan seksual maupun ekonomi yang pada intinya mengakibatkan penderitaan, baik penderitaan yang secara kemudian memberikan dampak kepada korban, seperti misalnya mengalami kerugian secara fisik atau bisa juga memberikan dampak korban menjadi sangat trauma atau mengalami penderitaan secara psikis.
KDRT juga diistilahkan dengan kekerasan domestik. Dengan pengertian domestik ini diharapkan memang tidak melulu konotasinya dalam satu hubungan suami istri saja, tetapi juga setiap pihak yang ada di dalam keluarga itu. Jadi bisa saja tidak hanya hubungan suami istri, tapi juga hubungan darah atau bahkan seorang pekerja rumah tangga menjadi pihak yang perlu dilindungi. Selama ini seringkali kita mendengar atau membaca di koran, tv atau radio bahwa pembantu sering menjadi korban kekerasan. Kasus kekerasan terhadap pembantu rumah tangga tersebut seringkali diselesaikan dengan menggunakan pasal-pasal dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). Namun pada prakteknya hal itu menjadi tidak terlihat karena memang status mereka yang rentan mendapatkan perlakuan-perlakuan kekerasan. Oleh karena itu RUU anti KDRT atau anti kekerasan domestik dibuat agar dapat menjangkau pihak-pihak yang tidak hanya dalam hubungan suami istri, tapi juga pihak lain.
Persoalan KDRT merupakan fenomena gunung es yang hanya kelihatan puncaknya sedikit tetapi sebetulnya tidak menunjukan fakta yang valid. Persoalan KDRT banyak terjadi di keluarga, namun umumnya keluarga korban tidak mempunyai ruang atau informasi yang jelas apakah persoalan keluarga mereka layak untuk dibawa ke pengadilan, karena selama ini masyarakat menganggap bahwa persoalan-persoalan KDRT adalah persoalan yang sifatnya sangat pribadi dan hanya diselesaikan dalam lingkup rumah tangga saja.
Salah satu konsekuensi meningkatnya jumlah korban KDRT (khususnya dari kelompok korban yang berstatus istri) sebenarnya sangat berakibat terhadap persoalan rumah tangga mereka sendiri. Jika kasus-kasus KDRT pada akhirnya menimbulkan dampak traumatic pada anggota keluarga yang lain dan meningkatkan angka kriminalitas maka hal itu akan semakin menguatkan perlunya intervensi negara melalui produk UU agar kelompok korban bisa mendapatkan keadilan dan pelaku ataupun calon pelaku tidak semakin merajalela.
Dalam Undang-undang KDRT banyak menimbulkan permasalahan keluarga dan penanganannya sangat kompleks sekali, sehingga perlu untuk diatur dalam bentuk perundang-undangan, yang tujuannya adalah :
a.    mencegah dan menghapus segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga
b.    mewujudkan perlindungan hukum bagi korban
c.    memberikan sanksi atau penjeratan hukum terhadap para pelaku KDRT dan
d.    mewujudkan keutuhan, kerukunan dan keharmonisan rumah tangga
Keempat butir ini perlu diintegrasikan dengan keseluruhan dimensi Empowerment menuju kepada self empowerment, sehingga penghapusan KDRT masih perlu memperoleh wujud dinamisnya.
Kekerasan terhadap perempuan dapat menghambat bagi kemajuan perempuan itu sendiri dan keluarga pada umumnya yang selanjutnya menghambat pula bagi produktifitas masyarakat dan bangsa Indonesia, padahal separuh dari penduduk Indonesia adalah perempuan, yang situasi dan kondisinya masih memprihatinkan, baik dibidang kesehatan, pendidikan, perekonomian dan lain-lain.
Krisis ekonomi beberapa waktu yang lalu telah membuktikan, bahwa usaha ekonomi rakyat berskala kecil dan menengah dapat menjadi penyelamat ekonomi bangsa dan keluarga, usaha kecil dan menengah dapat merupakan wadah bagi sebagian besar perempuan yang berupaya untuk meningkatkan pendapatan dan sekaligus dapat merupakan wahana untuk mengaktualisasikan diri. Memiliki usaha sendiri dapat memberikan kesempatan kepada perempuan untuk berinteraksi dengan pihak-pihak lain sewaktu melakukan proses produksi maupun ketika melakukan transaksi. Mengajari kewirausahaan (enterpreneurship) kepada mereka merupakan salah satu bentuk empowerment yang strategis bagi kaum perempuan di dalam keluarganya. Upaya ini merupakan upaya nyata dalam meningkatkan kualitas hidup perempuan serta untuk meningkatkan sumber daya insani (berupa nilai tambah sosial) dalam keluarga sehingga dapat mengurangi dampak sosial dari pengangguran. Disamping itu, kesempatan perempuan untuk memperoleh pendapatan (nilai tambah ekonomi) akan meningkatkan posisi tawar perempuan. Sehingga perempuan mempunyai kesempatan untuk berperan mengisi kekosongan dalam pengambilan keputusan yang diperlukan di dalam rumah tangga dan diberbagai bidang kehidupan.
Strategi dan upaya pemberdayaan yang diterapkan adalah melakukan empowerment menuju self-empowerment dibidang usaha, antara lain :
1.     Meningkatkan kemampuan para pengusaha perempuan dalam pengelola usaha dan produktifitasnya, peningkatan kemampuan ini merupakan pula tujuan dari pengarusutamaan gender dibidang ekonomi yang diharapkan akan mengalokasikan sumber-sumbernya untuk perempuan pengusaha
2.    Membangun dukungan sumber daya ekonomi bagi para perempuan pelaku ekonomi dengan mengidentifikasikan sumber-sumber, melakukan advokasi dan koordinasi serta membangun jaringan yang dapat menghubungkan antara sumber daya ekonomi dengan para perempuan pengusaha.
3.    Secara mandiri melakukan koordinasi dengan berbagai instansi, pengusaha swasta dan perbankan untuk mengefektifkan pemanfaatan sumber daya ekonomi termasuk perempuan sebagai sumber daya insani (SDI) dan yang dapat dimanfaatkan oleh para perempuan pengusaha.
4.    Membangun dan memperkuat kelembagaan himpunan pengusaha di tingkat lapangan sehingga dapat menjadi lembaga yang kredibel dan dapat berpengaruh terhadap lembaga-lembaga yang menguasai sumber daya manusia.
5.    Mengajak berbagai program untuk pemberdayaan perempuan seperti PKK juga memberikan perhatian kepada peningkatan kemampuan perempuan dibidang ekonomi.
6.    Melakukan upaya-upaya kerjasama yang bersifat strategis dengan meningkatkan peran perempuan dalam pengembangan koperasi, melalui fasilitas pengembangan program pendidikan dan pelatihan serta meningkatkan peran perempuan dalam kegiatan ekonomi produktif melalui dukungan jaringan pemasaran.

1.2.    Faktor-faktor Penyebab terjadinya KDRT dan Prinsip-prinsip agar tujuan hukum dijamin

Para pakar psikologi dan rumah tangga menyatakan bahwa penyebab utama KDRT adalah sebagai berikut :
1.     Kurangnya komunikasi, ketidakharmonisan.
2.    Alasan ekonomi.
3.    Ketidakmampuan mengendalikan emosi.
4.    Ketidakmampuan mencari solusi masalah rumah tangga.
5.    Kondisi mabuk karena minuman keras dan narkoba.
Seseorang melakukan kekerasan dalam rumah tangga biasanya dilatar belakangi oleh pertentangan-pertentangan dalam dikotomi kehidupan dalam teori hukum adalah antara lain pertentangan antara lain :
1.     Perorangan dan alam semesta
2.    Kehendak bebas dan pengetahuan objektif
3.    Akal dan intuisi
4.    Stabilitas dan perubahan
5.    Positivisme dan realisme
6.    Kolektivisme dan individualisme
7.    Demokrasi dan Otokrasi
8.    Nasionalisme dan Internasionalisme.( Mr. Sutikno, 2003 :35-36)
Apapun pola yang dipakai, kecuali revolusi uritan, tujuan hukum (keadilan, kesejahteraan umu, perlindungan, solidaritas) perlu menjadi kriteria utama, maka beberapa prinsip akan membantu agar kualitas hukum itu tercapai. Prinsip-prinsip tersebut adalah :
1.     Adanya political-will untuk mengubah orientasi politik yang sangat bias kepada negara menuju ke politik yang memihak warga negara. Tolok Ukur keberhasilan politik semacam ini ialah pemenuhan hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya dari warga negara. Pertimbangan bukan pada kelompok, tetapi perlindungan individu warga negara. Kebijakan-kebijakan Pemerintah Indonesia sejak Orde Baru (Orba) hingga kini masih banyak didominasi pertimbangan kelompok (agama, etnis, suku) sehingga produk-produk hukum yang diskriminatif amat banyak. Semua warga negara mempunyai hak dan kewajiban sama, atau kesamaan di depan hukum. Hukum yang diskriminatif pada dirinya sudah menjadi sumber ketidakadilan. Dalam konteks ini, penting adanya penyadaran agar masyarakat mengefektifkan dan mengoptimalkan penggunaan jalur hukum. Selain agar bisa terwujud apropriasi hukum oleh masyarakat, juga agar perubahan dalam perjuangan keadilan dapat mengubah secara struktural kondisi yang tidak adil melalui aturan permainan legal dan bukan dengan cara kekerasan.
2.    Pemberdayaan masyarakat melalui civil society terus diupayakan. Tetapi, pengelompokan civil society supaya lebih terbuka pada semua golongan, tujuan-tujuan hukum bisa menjadi perekat asosiasi-asosiasi, LSM dan gerakan pemberdayaan lainnya. Civil society berkembang bila prinsip subsidiaritas diterapkan. Prinsip ini menegaskan, apa yang bisa diurus dan diselesaikan kelompok lebih kecil dengan kemampuan dan sarana yang ada, kelompok yang lebih besar jangan campur tangan.
3.    Urgensi membangun institusi-institusi sosial yang adil. Institusi-institusi sosial merupakan sumber kepincangan karena sudah merupakan titik awal keberuntungan bagi yang satu dan kemalangan bagi yang lain. Maka harus diperbaiki supaya mampu mendistribusikan hak-hak dan kewajiban-kewajiban dasariah serta menentukan pembagian keuntungan-keuntungan hasil kerja sosial. Dengan demikian, membangun institusi-institusi yang adil adalah upaya memastikan terjaminnya kesempatan sama sehingga kehidupan seseorang tidak pertama-tama ditentukan oleh keadaan, tetapi oleh pilihannya. Maka, keadilan prosedural perlu menjadi orientasi utama.
Keadilan prosedural adalah hasil persetujuan melalui prosedur tertentu dan mempunyai sasaran utama peraturan-peraturan, hukum-hukum dan undang-undang. Jadi prosedur ini terkait legitimasi. Misalnya kue tart harus dibagi adil untuk lima orang. Maka peraturan yang menetapkan,” yang membagi harus mengambil pada giliran yang terakhir” dianggap sebagai prosedur yang adil. Dengan ketentuan itu, bila pembagi ingin mendapat bagian yang tidak lebih kecil dari yang lain, dengan sendirinya, tanpa harus dikontrol, dia akan berusaha membagi kue itu sedemikian rupa sehingga sama besarnya. Keadilan prosedural menjadi tulang punggung etika politik karena sebagai prosedur sekaligus mampu mengontrol dan menghindarkan semaksimal mungkin penyalahgunaan. Keadilan tidak diserahkan kepada keutamaan politikus, tetapi pertama-tama dipercayakan kepada prosuder yang memungkinkan pembentukan sistem hukum yang baik. Sistem hukum yang baik menghindarkan pembusukan politikus.
Memang bisa terjadi meski hukum sudah adil, seorang koruptor bisa divonis bebas karena alasan kepiawaian pengacara, tak cukup bukti, tekanan terhadap hakim, dan sebagainya. Bila prosedur hukum positif yang berlaku tidak mampu memuaskan rasa keadilan, penyelesaiannya harus mengacu ke prinsip epieikeia (yang benar dan yang adil).
Bagaimana menentukan kriteria kebenaran dan keadilan? Semua diperlukan sama di depan hukum. Ketidaksamaan perlakuan hanya bisa dibenarkan bila memihak kepada yang paling tidak diuntungkan atau korban. Secara struktural korban biasanya sudah dalam posisi lemah, misalnya, warga negara terhadap penguasa, minoritas terhadap mayoritas, individu terhadap kelompok. Prinsip epieikeia ini mengandalkan integritas hakim, penguasa, atau yang berkompetensi menafsirkan hukum dan menerapkannya.










I.        KESIMPULAN DAN SARAN


Dari uraian pembahasan sebelumnya, maka porposal ini dapat disimpulkan :
  1. Tujuan dari Undang-Undang KDRT adalah :
a.    Mencegah dan menghapus segala bentuk kekerasan dalam rumah tangga
b.    Mewujudkan perlindungan hukum bagi korban
c.    Memberikan sanksi dan penjeratan hukum terhadap para pelaku KDRT
d.    Mewujudkan keutuhan, kerukunan dan kerharmonisan rumah tangga
  1. Strategi untuk menanggulangi kekerasan dalam rumah tangga :
a.    Meningkatkan kemampuan para pengusaha perempuan dalam pengelolaan usaha dan produktifitasnya.
b.    Membangun dukungan sumber daya ekonomi perempuan pelaku ekonomi
c.    Melakukan koordinasi dengan berbagai instansi
d.    Membangun dan memperkuat kelembagaan himpunan pengusaha
e.    Mengajak berbagai program untuk pemberdayaan perempuan
f.    Melakukan upaya kerjasama strategis
  1. Penyebab terjadinya KDRT adalah :
a.    Kurangnya komunikasi, ketidakharmonisan
b.    Alasan ekonomi
c.    Ketidakmampuan mengendalikan emosi
d.    Ketidakmampuan mencari solusi masalah rumah tangga
e.    Kondisi mabuk karena minuman keras dan narkoba
  1. Prinsip-prinsip agar tujuan hukum dijamin :
a.    Adanya political-will untuk mengubah orientasi politik dari hanya mengutamakan kepentingan negara kepada politik yang memihak warga negara, yaitu memenuhi hak-hak sipil, politik, ekonomi, sosial dan budaya dari warga negara.
b.    Pemberdayaan masyarakat melalui civil society terus diupayakan dan terbuka bagi semua golongan.
c.    Urgensi membangun institusi-institusi sosial yang adil.

DAFTAR PUSTAKA

Amsal Bakhtiar, Filsafat Ilmu, Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2004.
Rudy T. Erwin, Tanya Jawab Filsafat Hukum, Cetakan Keenam, Rineka Cipta, Jakarta,   1990.
Soetiksno, Filsafat Hukum, Bagian I, Cetakan Kesepuluh, Pradnya Paramita, Jakarta,          2003.

--------, 2005, Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia, Sinar Grafika, Jakarta, 2005.
--------, 2003, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,  Jakarta, Lembaga Advokasi Pemberdayaan Pekerja dan Anak., Jakarta, 2003.
--------, 2003, Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga. Jakarta, 2003



Tidak ada komentar:

Posting Komentar